Selamat Datang di Blog Kampung Nelayan

KEMBALIKAN KEJAYAAN KKP


KEMBALIKAN KEJAYAAN KKP
Oleh : Indar Wijaya
            Mari kita mengenang kembali sejarah terbentuknya Kementerian Kelautan dan Perikanan. Sejak zaman orde baru pembangunan di Indonesia masih terfokus pada daratan dan daratan. Seakan melupakan keniscayaan kita memiliki luas lautan 5,8 juta km2 yang tak tersentuh pembangunan. Pada tanggal 26 Oktober 1999 masa Presiden Abdurrahman Wahid melantik Ir. Sarwono Kusumaatmaja sebagai Menteri Eksplorasi Laut yang diikuti dengan terbentuknya Departemen Eksplorasi Laut (DEL). Namun pada 1 Desember 1999 terdapat perubahan nomenklatur menjadi Departemen Eksplorasi Laut dan Perikanan. Selanjutnya, sidang tahunan MPR tahun 2000 memutuskan perubahan nomenklatur menjadi Departemen Kelautan dan Perikanan. Serta pada akhirnya tahun 2009 berubah menjadi Kementerian Kelautan dan Perikanan. Sektor kelautan dan perikanan digadang – gadang sebagai solusi untuk mengatasi krisis ekonomi yang dialami Indonesia.
            Hal ini didasari oleh Indonesia merupakan negara kepulauan dengan 17.508 pulau dan garis pantai 81.000 km2 yang memiliki sumberdaya alam laut yang tidak digarap optimal, pembangunan masih berorientasi pada daratan padahal lautan juga menjadi sumber perekonomian bangsa, peningkatan jumlah penduduk dan kebutuhan akan sumber pangan hewani untuk kecerdasan dan kesehatan dan potensi kawasan pesisir sebagai kawasan pembangunan yang dinamis. 
            Salahsatu strategi untuk mengelola anugerah Tuhan yang Maha Esa berupa potensi luar biasa tersebut, kita harus memiliki pemimpin di tingkat Kementerian Kelautan dan Perikanan yang professional serta berjiwa membangun perikanan dan kelautan yang berkelanjutan sebesar – besarnya untuk kesejahteraan rakyat. Tidak bisa kita pungkiri, kualitas sumberdaya manusia memiliki arti penting akan kemajuan pembangunan. Semoga siapapun menteri kelautan dan perikanan yang terpilih tidak hanya titipan partai tapi benar – benar dari kalangan professional. Jaya Perikanan untuk Indonesia !
            Dengan harapan baru indonesia dengan presiden baru terpilih kami mendoakan agar menteri perikanan yang akan membantunya di kabinet dipilih berdasarkan kemampuan bekerja dan merupakan kalangan profesioanl.bukan hanya sebatas pembagian kursi kekuasaan.
Salam bahari..!!!


NAHKODA UNTUK KEJAYAAN PERIKANAN INDONESIA (Kembalikan Menteri Kelautan dan Perikanan ke kalangan Profesional)


Oleh : Indar Wijaya

            Pasca terpilihnya Jokowi – JK sebagai presiden dan wakil presiden Republik Indonesia ke-7 tentu perhatian selanjutnya adalah susunan kabinet pemerintahan yang menentukan kemajuan Indonesia. Seperti yang dikutip dari Kompas.com (24/72014), melalui akun Facebook Jokowi Center diusulkan lembaran Kabinet Alternatif Usulan Rakyat (KAUR). Penjaringan nama calon menteri itu dari kalangan aktivis, intelektual, wartawan dan politikus. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan masukan bagi presiden terpilih untuk menentukan menteri yang dinilai memiliki kompetensi untuk mengemban amanah menjalankan roda pemerintahan. Saat pidato kemenangan Jokowi – JK diatas kapal phinisi seakan menyiratkan keseriusan untuk mewujudkan “Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia” tentu akan berimbas pada pembangunan sektor kelautan dan perikanan. Lalu siapakah nama calon menteri Kelautan dan Perikanan diusulkan adalah Prof. Dr. Ir. Jamaluddin Jompa, M.Sc, Dr. Kadarusman, Phd dan Prof. Dr. Ir, Rokhmin Dahuri, MS.
Dikutip dari Tempo.co.id (24/7/2014), Jusuf Kalla kabinetnya akan diisi oleh banyak orang dari kalangan professional, seperti Kementerian Keuangan, Kementerian Energi, dan Sumberdaya Mineral serta Kementerian Badan Usaha Milik Negara. Karena ketiga kementerian itu sangat strategis dan bila tak dikelola dengan baik akan menimbulkan masalah sehingga pimpinannya harus ahli dan bebas intervensi. Nah bagaimana dengan sektor perikanan dan kelautan ? Tidakkah kita juga membutuhkan nakhoda professional?. Sedang kita memahami potensi luar biasa tapi juga dirundung permasalahan kompleks perikanan dan kelautan di Indonesia. Mulai dari kemiskinan nelayan, rendahnya konstribusi pembangunan perikanan dan kelautan  terhadap PDB, lemahnya kelembagaan dan lain sebagainya.
Tentu kita membutuhkan sumberdaya manusia yang professional yang benar – benar memahami sektor perikanan dan kelautan serta mampu memberikan solusi dari permasalahan. Jika presiden terpilih tetap berpegang teguh pada visi misinya pembangunan maritim, perikanan menjadi bagian terpenting. Karena jika presiden terpilih tidak menempatkan nahkoda professional, jangan berharap banyak perikanan dan kelautan Indonesia bisa maju pesat. Nakhoda professional itu adalah orang terpilih yang harus memiliki jiwa dan pemikiran untuk membangun perikanan dan kelautan.  Buktikan saja bagaimana bisa seorang yang tak tahu apa – apa tentang dunia perikanan dan kelautan, mau tak mau berhadapan dengan bidang yang tidak dipahaminya. Bisa bisa,  setengah hati atau setengah kerja jadinya. Jadinya ya begini, setengah maju setengah mundur perikanan Indonesia. Mau?
Kita tunggu saja siapa menteri perikanan selanjutnya.nama-nama di bawa ini adalah tokoh perikanan yang banyak mengabdi untuk kemajuan pembangunan perikanan.
1.Prof.Dr.Ir.Rokhmin Dahuri ,MS ( ketua MAI)
2.DR Gelwin Yusuf ( Ketua ISPIKANI )
3. Dr. Kadarusman
4. Prof. Dr. Ir. Jamaluddin Jompa
5. Dr.Agus Suherman.
6. Dr. Ir. Arif Satria (Dekan FEM IPB)

Pulau Kontrak (Cerita Perjalanan di Kepulauan Seribu)


Oleh : Indar Wijaya Sekjen HIMAPIKANI
Perjalanan saya dan kawan-kawan USNI menuju Kepulauan Seribu bermula di titik Pelabuhan Muara Angke. Pelabuhan Muara Angke yang terletak di Jakarta Utara tampak sibuk dengan aktivitas pelabuhan seperti kepadatan penumpang kapal dan kegiatan perikanan. Tampak nyata akibat aktivitas di areal pelabuhan Muara Angke membawa dampak negatif bagi perairan pesisir seperti pencemaran. Kesan kumuh begiu melekat di benak saya,yang sepertinya dimaklumi oleh masyarakat. Perjalanan menggunakan kapal kayu mesin ditempuh selama 4 jam perjalanan. Transit di Pulau Harapan menuju pulau-pulau kecil di Kepulauan Seribu.
1381819758256108259
Foto ; Suasana pelabuhan Muara Angke di pagi Hari
Pemandangan khas pantai tropis menyambut kedatangan kami. Nyiur kelapa melambai,teriknya pantulan sinar matahari dan surga bawah laut yang eskotik. Membuat perjalanan saya yang cukup panjang terbayarkan dengan keindahan yang membentang. Pulau Melinjo, Pulau Genteng dan Pulau Perak menjadi tujuan petualangan kami selama 2 hari. Namun yang mencengangkan ternyata ada informasi yang menyebutkan bahwa adanya pulau di Kepulauan Seribu yang dikontrakkan ke warga negara asing.
13818198041353667179
Foto : Suasana Upacara Bendera di Pulau Perak LKP USNI HIAMAPIKANI
Ingatan saya kembali pada Pulau Bidadari-NTT yang dijual di website www.privateislandsonline.com. Berita tersebut membuat pemerintah kelabakan. Bagaimana bisa pulau dijual di internet? Ternyata setelah ditelusuri pulau tidak dijual tapi disewakan/dikontrak. Sewa tersebut dilakukan oleh Badan Nasional Penanaman Modal Daerah (BNPMD) NTT selama 30 tahun kepada warga negara Inggris. Penyewa berhak mengelola sektor pariwisata seperti pengadaan resort dan fasilitas penunjang.
Kasus yang terjadi di Kepulauan Seribu hampir sama. Adanya pemberian hak sewa pulau kepada warga negara asing. Padahal tegas Menteri Kelautan dan Perikanan menyatakan “kalau investasi dilakukan oleh asing dan dalam negeri harus sepengetahuan dan disetujui pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), katanya”. Dia mengatakan, investor dari luar negeri maupun dalam negeri jika membeli tanpa surat yang benar, maka tentunya tidak berani. Selama KKP tidak memberikan izin, maka notaris,gubernur dan bupati tidak akan berani menjual pulau tersebut, katanya. Dikuatkan lagi oleh peraturan Tidak adanya penjualan pulau di Indonesia merujuk ke Undang-Undang (UU) 27 nomor2007 sebagai dasar dari pengelolaan pesisir kemudian ada Peraturan Pemerintah (PP) nomor 62 tahun 2010, Peraturan Menteri (Permen) 20 tahun 2008 terkait pemanfataan dan pengelolaan pulau-pulau kecil.
Kenapa hal ini masih saja terjadi? Dengan potensi pariwisata bahari,memang menarik investor asing untuk menanamkan modal. Tingginya kunjungan wisatawan domestik dan wisatawan asing membuat mereka tak ragu menanamkan modal yang pasti akan balik modal. Namun jelas sudah bahwa harus diketahui dan disetujui oleh KKP. Lantas? Siapa dan bagaimana hal ini bisa terjadi? Entah bagaimana nasib pulau-pulau kecil dan terluar Indonesia akankah nasibnya menjadi barang dagangan di internet? Bukankah hal tersebut sama artinya dengan menjual hak kedaulatan berbangsa. Sungguh ironi.
Jakarta 14 Oktober 2013

Nelayanku Miskin ditengah Janji Politik Para Caleg


Oleh Indar Wijaya
Nelayan yang selama ini menjadi kaum marginal, di masa politik menjadi komoditas politik bagi calon legislatif. Tahun berganti tahun, tampuk kepemimpinan berputar, namun kehidupan mereka tak pernah berubah menjadi sejahtera. Data Badan Pusat Statistik tahun 2011 jumlah nelayan miskin di Indonesia mencapai 7,87 juta jiwa atau 25,14% dari total penduduk miskin nasional yang mencapai 31,02 juta jiwa. Berbanding terbalik dengan taksiran nilai ekonomi sumberdaya perikanan yang mencapai US$ 47.000.000.000/tahun. Belum lagi baru 20% potensi sumberdaya perikanan di Indonesia yang baru dimanfaatkan. Lantas mengapa nelayan masih tak sejahtera?
Calon legislatif seyognya menjadi wakil rakyat untuk menjembatani kepentingan masyarakat dan menjadi eksekutor kebijakan di pemerintahan. Hanya saja fungsi tersebut hanya tampak saat menebar janji – janji dikala masa kampanye. Nelayan menjadi sasaran tebar janji, namun pihak yang paling dilupakan saat sudah terpilih. Janji politik caleg di masa kampanye menjadi angin surga bagi mereka. Caleg tak segan – segan untuk menyampaikan betapa akan menyesalnya nelayan jika tak memilih mereka. Karena mereka mempunyai berbagai progam untuk kesejahteraan diri ehh nelayan jika memilih mereka menjadi anggota legislatif. Setelah terpilih, anggota legislatif seakan amnesia dengan janji politiknya di masa kampanye. Nelayan hanya menenggak janji politik yang tak pernah ditepati. Tidak sedikit para legislator maupun caleg tersebut hanyalah bermaksud memperkaya diri sendiri dan golongannya. Terbukti dari banyaknya kasus korupsi diberbagai lapisan pemerintahan. Belum lagi, kurangnya keberpihakan anggota dewan pada nasib nelayan seperti progam pro nelayan yang dilakukan setengah hati. Lalu tak berhakkah nelayan sejahtera seperti anggota dewan?
Rekam jejak para caleg harusnya tidak dinilai dari seberapa banyak foto diri terpampang di media cetak, seberapa banyak uang yang digunakan sebagai alat kampanye, dan seberapa ramai arena dangdutan untuk menarik massa kampanye. Nelayan harus menjadi pemilih cerdas, melihat rekam jejak para caleg dengan membedakan caleg mana yang hanya tebar janji namun tak ditepati, dan memilih caleg yang benar – benar memiliki kapabilitas untuk merealisasikan janji politiknya. Nelayan akan tetap miskin, jika tak menjadi pemilih cerdas yang mempunyai visi dan misi memajukan sektor perikanan dan kelautan.

Peranku Bagi Indonesia “Membangun Indonesia Dari Perikanan Untuk Indonesia Sejahtera”



Pola pembangunan ekonomi Indonesia terpaku pada daratan (land based development ) dan mengesampingkan fakta Indonesia sebagai negara maritim dan kepulauan terbesar di dunia. Padahal tiga per empat luas wilayah terbentang luas berupa laut 5,8 juta km2 yang membingkai garis pantai 95.161 km dan 17.504 buah pulau. Seperti yang dikutip dari Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, MS dalam bukunya “Membangun Bangsa”, potensi ekonomi perikanan dan bioteknologi kelautan diperkirakan mencapai US$ 100 miliar setiap tahunnya dan potensi total ekonomi sektor kelautan Indonesia diperkirakan sebesar 800 miliar dolar per tahun (Rp 7200 Triliun). Berdasarkan data Pusat Data Statistik dan Informasi KKP dan Badan Pusat Statistik (BPS), pada 2011 PDB dari sektor perikanan mencapai lebih Rp308 triliun. Sementara pada rentang 2010-2013 pertumbuhan PDB sektor perikanan melebihi PDB nasional. Tercatat tahun lalu PDB sektor perikanan tumbuh sebesar 6,9%, sementara PDB nasional hanya sebesar 5,8%.Kekayaan ini sangatlah berbanding terbalik dengan kemiskinan yang menerpa hampir 65% dari + 2 juta orang nelayan. Belum lagi jika dilihat dari tingkat indeks pembangunan manusia (IPM) yang disurvei oleh UNDP (2011) menetapkan mutu sumber daya manusia (SDM) Indonesia yang diukur lewat indeks pembangunan manusia (IPM) berada 124 dari 187 negara. Yang mengindikasikan rendahnya tingkat kemajuan dan kesejahteraan bangsa. Potensi besar tetapi sumberdaya manusia rendah. Jadi, sudah saatnya kita mereorientasi paradigma pembangunan dari daratan menjadi ekonomi biru (perikanan dan kelautan). Sektor perikanan berpeluang menjadi masa depan pembangunan ekonomi dan sumberdaya manusia bangsa ini.
Berdasarkan fakta tersebut kita bisa memahami ada keterkaitan yang sangat erat antara sumberdaya dan pembangunan ekonomi nasional. Sumberdaya tidak hanya meliputi sumberdaya alam yang bernilai ekonomis, namun juga dari sisi sumberdaya manusia. Potensi sumberdaya alam yang besar, belum mampu termanfaatkan dengan optimal akibat dari rendahnya kualitas sumberdaya manusia yang berdampak pada daya saing dalam membangun perekonomian bangsa.Buktinya, nelayan sebagai salah satu ujung tombak perikanan belum menjadi perhatian utama pemerintah dilihat dari masih tingginya angka kemiskinan. Kemiskinan juga menjadi penyebab utama dari kerusakan lingkungan. Mereka lebih berorintasi kepada keuntungan jangka pendek yang didapatkan dari tindakan eksploitasi berlebihan terhadap sumberdaya laut dan pesisir tanpa mempertimbangkan aspek keberlanjutan di masa mendatang. Hal itu semata untuk memenuhi kebutuhan sehari – hari untuk diri sendiri dan keluarga. Selama ini, di banyak wilayah Indonesia tidak jarang kita temui nelayan melakukan praktek kegiatan perikanan yang merusak seperti penggunaan alat tangkap yang tak semestinya dan bahan beracun yang berdampak pada kerusakan kawasan lingkungan pesisir sebagai satu – satunya penopang sumber ekonomi.
Permasalahan ketidakmampuan kita mendayagunakan potensi perikanan dan kelautan Indonesia ini diakibatkan oleh rendahnya kualitas sumberdaya manusia yang bersumber pada pendidikan. Jika pendidikan bagi nelayan dan putra putrinyaberkualitas tentu mampu meningkatkan kemampuan dan kapasitas diri menuju kesejahteraan. Untuk itu, pendidikan bagi sumberdaya manusia Indonesia menjadi hal mutlak. Peran sebagai sarjana perikanan yaitu dengan menularkan ilmu dan wawasan bagi masyarakat untuk mendayagunakan sumberdaya perikanan secara optimal melalui pendidikan untuk Indonesia Sejahtera. Peran saya adalah sebagai agen perubahan dalam bidang pendidikan untuk mengubah paradigma pemikiran nelayan untuk meningkatkan pendayagunaan sektor perikanan dan kelautan yang berkelanjutan. Peran saya selanjutnya adalah membangun perikanan dengan berkarya di ranah pemangku kebijakan seperti lembaga eksekutif maupun legislatif dalammengawal pembangunan Indonesia berlandaskan ekonomi biru.
Jakarta 19 Juni 2014
Indar wijaya

Sukses terbesar dalam Hidupku


Salah satu kesuksesan terbesar dalam hidupku, yaitu ketika mengemban amanah sebagai SEKJEN HIMAPIKANI Periode 2012 – 2014. Awal keterpilihan saya sebagai sekretaris jenderal HIMAPIKANI (Himpunan Mahasiswa Perikanan Indonesia), memang jauh dari kata mulus karena begitu tingginya dinamika politik internal organisasi, namun pada akhirnya Kongres HIMAPIKANI XI di UNHAS Makassar bulan Juni 2012 yang memutuskan saya, Indar Wijaya sebagai sekjen HIMAPIKANI. Di tengah mati surinya organisasi HIMAPIKANI selama 2 periode kepemimpinan sekjen (2008 – 2012) akibat permasalahan internal, saya mempertaruhkan banyak waktu, tenaga dan pemikiran bekerja sama dengan berbagai pihak bahkan harus menunda studi saya selama 2 tahun demi berjalannya roda organisasi HIMAPIKANI. Pada awalnya saya bukanlah orang yang diharapkan untuk menjadi Sekjen HIMAPIKANI. Langkah kongkrit yang saya lakukan setelah didapuk menjadi Sekjen HIMAPIKANI adalah melakukan konsolidasi di tiap wilayah terutama Pulau Jawa dan sedikit Pulau Sumatera. Konsolidasi ini dilakukan untuk berdiskusi dan bertukar pemikiran tentang HIMAPIKANI dengan senior-senior di beberapa universitas dan menjalin silahurahim dengan LKP (lembaga kemahasiswaan perikanan).
Sebagai Sekjen tentu saya diwajibkan untuk menghadiri kegiatan yang dilaksanakan oleh HIMAPIKANI di tingkat wilayah dari Sabang - Merauke.. Di tingkat Kementerian Kelautan dan Perikanan, HIMAPIKANI dapat diakui sebagai organisasi mahasiswa perikanan yang bisa bersinergis untuk memajukan dunia perikanan dan kelautan Indonesia. Bukan hanya kerja keras saya, tapi kerja keras semua anggota HIMAPIKANI baik jajaran Dewan Penasehat, jajaran BPHP, DPP, Korwil, jajaran DPW dan BHPW serta anggota LKP HIMAPIKANI yang turut membesarkan nama HIMAPIKANI. Tiada berartilah saya jika tanpa dukungan dan nasihat yang membangun.
Kegiatan pertama HIMAPIKANI ditandai dengan suksesnya Rakernas di Ternate yang merumuskan berbagai progam kerja dan penetapan jajaran BPHP HIMAPIKANI. Selanjutnya, agenda kegiatan PESISIR HIMAPIKANI di Pangkep, EXPIMNAS di Palu, TRIDAKNAS di Bogor, KRPN di Wuna dan Kongres Nasional HIMAPIKANI XII di Samarinda yang sukses terlaksana sebagai simbol eksistensi organisasi HIMAPIKANI yang mampu bermanfaat bagi semua pihak. Satu hal yang bisa saya ambil hikmah menjadi seorang pemimpin bukan hanya mampu bercakap retorika namun terlebih diimbangi tindakan nyata.
Pada mulanya terasa begitu sulit, ketika banyak orang yang seakan menganggap remeh saya. Menghujat pemimpin yang tak diakui. Namun saya mengesampingkan semua hujatan itu dengan bertindak dan kerja keras demi eksistensi HIMAPIKANI melalui berbagai kegiatan HIMAPIKANI baik di tingkat wilayah dan nasional yang berjalan dengan baik. Berbagai suka duka menjalankan roda organisasi HIMAPIKANI menjadi ujian dan nikmat. Berusaha melakukan terbaik itu prinsip saya. Karena organisasi mengasah kemampuan kita dalam memimpin, memanajerial dan meningkatkan kapabilitas diri untuk menjadi pribadi yang tangguh.
Setelah berjuang sebagai Sekjen HIMAPIKANI dengan rahmat Allah SWT,tantangan selama 2 tahun dapat saya tuntaskan dengan baik ditandai dengan diterimanya LPJ saya sebagai Sekjen oleh peserta Kongres Nasional XII HIMAPIKANI di Samarinda. Di sela – sela kesibukan saya sebagai Sekjen, tak lupa saya terus berupaya menyelesaikan skripsi yang sempat terbengkalai dan pencapaiannya seperti yang saya harapkan yaitu wisuda setelah hampir 6 tahun sebagai mahasiswa. Tentu ini membanggakan diri saya karena mampu membuktikan kepada orangtua dengan mengemban amanah sebagai sekjen HIMAPIKANI tidak akan menelantarkan tugas saya sebagai mahasiswa. Ilmu, kepercayaan dan jaringan yang telah saya bangun selama menjadi Sekjen HIMAPIKANI menjadi sangat bermanfaat di kemudian hari.

KARYA POPULER