Pola pembangunan ekonomi Indonesia terpaku pada daratan (land based development ) dan mengesampingkan fakta Indonesia sebagai negara maritim dan kepulauan terbesar di dunia. Padahal tiga per empat luas wilayah terbentang luas berupa laut 5,8 juta km2 yang membingkai garis pantai 95.161 km dan 17.504 buah pulau. Seperti yang dikutip dari Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, MS dalam bukunya “Membangun Bangsa”, potensi ekonomi perikanan dan bioteknologi kelautan diperkirakan mencapai US$ 100 miliar setiap tahunnya dan potensi total ekonomi sektor kelautan Indonesia diperkirakan sebesar 800 miliar dolar per tahun (Rp 7200 Triliun). Berdasarkan data Pusat Data Statistik dan Informasi KKP dan Badan Pusat Statistik (BPS), pada 2011 PDB dari sektor perikanan mencapai lebih Rp308 triliun. Sementara pada rentang 2010-2013 pertumbuhan PDB sektor perikanan melebihi PDB nasional. Tercatat tahun lalu PDB sektor perikanan tumbuh sebesar 6,9%, sementara PDB nasional hanya sebesar 5,8%.Kekayaan ini sangatlah berbanding terbalik dengan kemiskinan yang menerpa hampir 65% dari + 2 juta orang nelayan. Belum lagi jika dilihat dari tingkat indeks pembangunan manusia (IPM) yang disurvei oleh UNDP (2011) menetapkan mutu sumber daya manusia (SDM) Indonesia yang diukur lewat indeks pembangunan manusia (IPM) berada 124 dari 187 negara. Yang mengindikasikan rendahnya tingkat kemajuan dan kesejahteraan bangsa. Potensi besar tetapi sumberdaya manusia rendah. Jadi, sudah saatnya kita mereorientasi paradigma pembangunan dari daratan menjadi ekonomi biru (perikanan dan kelautan). Sektor perikanan berpeluang menjadi masa depan pembangunan ekonomi dan sumberdaya manusia bangsa ini.
Berdasarkan fakta tersebut kita bisa memahami ada keterkaitan yang sangat erat antara sumberdaya dan pembangunan ekonomi nasional. Sumberdaya tidak hanya meliputi sumberdaya alam yang bernilai ekonomis, namun juga dari sisi sumberdaya manusia. Potensi sumberdaya alam yang besar, belum mampu termanfaatkan dengan optimal akibat dari rendahnya kualitas sumberdaya manusia yang berdampak pada daya saing dalam membangun perekonomian bangsa.Buktinya, nelayan sebagai salah satu ujung tombak perikanan belum menjadi perhatian utama pemerintah dilihat dari masih tingginya angka kemiskinan. Kemiskinan juga menjadi penyebab utama dari kerusakan lingkungan. Mereka lebih berorintasi kepada keuntungan jangka pendek yang didapatkan dari tindakan eksploitasi berlebihan terhadap sumberdaya laut dan pesisir tanpa mempertimbangkan aspek keberlanjutan di masa mendatang. Hal itu semata untuk memenuhi kebutuhan sehari – hari untuk diri sendiri dan keluarga. Selama ini, di banyak wilayah Indonesia tidak jarang kita temui nelayan melakukan praktek kegiatan perikanan yang merusak seperti penggunaan alat tangkap yang tak semestinya dan bahan beracun yang berdampak pada kerusakan kawasan lingkungan pesisir sebagai satu – satunya penopang sumber ekonomi.
Permasalahan ketidakmampuan kita mendayagunakan potensi perikanan dan kelautan Indonesia ini diakibatkan oleh rendahnya kualitas sumberdaya manusia yang bersumber pada pendidikan. Jika pendidikan bagi nelayan dan putra putrinyaberkualitas tentu mampu meningkatkan kemampuan dan kapasitas diri menuju kesejahteraan. Untuk itu, pendidikan bagi sumberdaya manusia Indonesia menjadi hal mutlak. Peran sebagai sarjana perikanan yaitu dengan menularkan ilmu dan wawasan bagi masyarakat untuk mendayagunakan sumberdaya perikanan secara optimal melalui pendidikan untuk Indonesia Sejahtera. Peran saya adalah sebagai agen perubahan dalam bidang pendidikan untuk mengubah paradigma pemikiran nelayan untuk meningkatkan pendayagunaan sektor perikanan dan kelautan yang berkelanjutan. Peran saya selanjutnya adalah membangun perikanan dengan berkarya di ranah pemangku kebijakan seperti lembaga eksekutif maupun legislatif dalammengawal pembangunan Indonesia berlandaskan ekonomi biru.
Jakarta 19 Juni 2014
Indar wijaya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar