Industri
pengolahan perikanan Indonesia agaknya belum menjadi prioritas utama bagi
Kementerian Kelautan Perikanan (KKP), mengingat belum menggairahkan hasil
produksi pengolahan perikanan Indonesia yang mampu terserap pasar dalam negeri
maupun luar negeri. Produk olahan perikanan Indonesia hanya menguasai 11 persen
pangsa pasar, kalah jauh jika dibandingkan dengan Thailand sebesar 48% pangsa
pasar produk olahannya. Padahal kawasan laut Indonesia 17 kali lebih besar
dibanding Thailand !. Tentu hal ini tidak sebanding dengan berlimpahnya
sumberdaya ikan dan luasnya potensi lahan budidaya di Indonesia. Saat ini, ikan
sebagai sumber protein hewani menjadi bagian dari gaya hidup sehat ikut serta
berkonstribusi pada peningkatan kebutuhan akan hasil olahan ikan.
Permasalahannya sudah siapkah industri pengolahan perikanan Indonesia?
Seperti yang kita ketahui, sifat
komoditi perikanan khususnya ikan sangat cepat mengalami penurunan mutu. Untuk
itu dibutuhkan suatu penanganan agar kualitas atau mutu ikan tetap terjaga.
Salah satu penanganan yang dapat dilakukan melalui kegiatan industri perikanan
seperti cold storage, pabrik fillet
ikan, dan industi olahan ikan lainnya. Semua usaha perikanan tersebut
memberikan nilai tambah dan meningkatkan daya saing produk jika dibandingkan
dengan menjual ikan dalam bentuk segar. Namun tidak dapat dipungkiri usaha
perikanan dihadapkan dengan masalah ketidakpastian produksi, penggunaan
investasi dan biaya operasional yang relatif tinggi sehingga dalam pencapaian
keberhasilan secara komprehensif pada usaha yang dijalankan perlu diterapkan
manajemen yang baik, jika keberhasilan dan pengembangan usaha ingin
dicapai (Shinta, 2010). Pemerintah terus mendorong industri perikanan
berjaya, namun adakah dukungan pemerintah untuk itu?
Pertanyaan yang lagi – lagi
timbul, sudah siapkah kita menghadapi Asean
Economic Community 2015? AEC bertujuan untuk menciptakan single market dengan basis produksi
tanpa adanya pajak bagi barang, jasa, investasi dan pekerja terlatih di seluruh
kawasan ASEAN. Tentu hal ini membawa keuntungan sekaligus tantangan di tiap
negara. Akankah kita (negara) menjadi ceruk pasar dari negara lain ataukah
menjadi produsen yang siap mengekspansi dengan produk dalam negeri berdaya
saing dan berkualitas ke luar negeri ?.
Industri pengolahan hasil
perikanan di Indonesia masih terseok – seok. Tidak hanya dari segi
pengolahannya , namun dari segi pemasaran produk olahan. Jika kita mampu
memproduksi tentu kita dituntut untuk mampu menjual hasil produk. Dari segi
kualitas produk, tentu kita mampu sejajar dengan hasil olahan dari negara lain.
Namun dari segi harga, produk olahan ikan Indonesia masih kalah jauh (baca :
mahal) dibandingkan dengan negara lain yang mampu memproduksi dengan harga
terjangkau tapi mutu sama baik dengan produk Indonesia. Ada apa ini? Ada apa
dengan industri olahan ikan kita?
Jika nanti telah berlaku pasar
bebas antar negara ASEAN tentu, ibu – ibu rumah tangga Indonesia lebih memilih
“ikan impor” dengan harga murah berkualitas dibanding dengan “ikan made in
Indonesia” karena harganya tak lagi terjangkau. Bukannya tidak cinta produk
dalam negeri, namun keadaan ekonomi rumah tangga yang serba terbatas tapi harus
tetap mampu menyediakan kebutuhan protein keluarga.
Terjangkaunya harga olahan ikan
impor tidak terlepas dari murahnya bahan baku ikan itu sendiri. Tidak hanya
itu, pakan dalam kegiatan budidaya telah mampu dipenuhi baik secara kualitas
dan kuantitas. Seperti yang kita ketahui, pakan menjadi input produksi yang
memakan hampir 50 – 60% operasional usaha. Jika kita mampu menekan kebutuhan
pakan namun disisi lain mampu menghasilkan produktivitas yang tinggi, tentu
kita mampu menghasilkan keuntungan lebih banyak.
Permasalahan lain yang dihadapi
industri pengolahan ikan adalah tingkat serapan pasar masih rendah, terutama
pasar lokal. Teknologi budidaya ikan yang masih belum efektif dalam
meningkatkan produktivitas sehingga timbul ketidakpastiaan bahan baku ikan.
Ketidakberpihakan pemerintah menjadi
faktor utama “jalan ditempat” dalam hal kemajuan industri perikanan. Seperti
yang diungkapkan Wakil Kadin Yugi dilansir pada liputan6.com (01/12/2014),
untuk mendorong Indonesia sebagai pusat pengolahan ikan dunia setidaknya ada 4
langkah penting yang harus diambil oleh Ibu Susi, Menteri Kelautan dan
Perikanan yaitu melakukan standarisasi semua produk perikanan dalam negeri, Melakukan
prosessing perikanan dunia di Indonesia berdasarkan standarisasi yang telah
dimiliki, Menyediakan tenaga kerja lokal yang terampil dan bersaing dan
Mendorong perbankan nasional untuk meningkatkan dan memacu investasi industri
pengolahan
Solusi
dari uraian diatas yaitu dengan mendorong peran universitas dalam menciptakan
berbagai inovasi dalam kegiatan budidaya. Tidak hanya menghasilkan jurnal
penelitian yang hanya usang di perpustakaan namun juga harus mampu
diaplikasikan pada masyrakat pembudidaya. Selain itu, sinergi peran masyarakat
pembudidaya dan pengolah ikan dalam mengaplikasikan teknologi untuk menghasilkan
produk berdaya saing.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar