Selamat Datang di Blog Kampung Nelayan

HIMAPIKANI MENOLAK KENAIKAN BBM oleh INDAR WIJAYA SEKJEN HIMAPIKANI



HIMAPIKANI MENOLAK KENAIKAN BBM

            Dampak kebijakan kenaikan BBM memberikan imbas kenaikan harga kebutuhan pokok, tingginya biaya transportasi dan lain sebagainya. Hal ini tentu saja membuat kaum miskin semakin terhimpit dalam memenuhi kebutuhannya. BLSM (Bantuan Langsung Sementara Masyarakat) yang berupa Kartu Perlindungan Sosial (KPS) seakan menjadi obat pelipur lara bagi rakyat miskin makin membuat mereka tidak mandiri dalam pendapatan. Efektifkah pemberian uang senilai Rp 300.000 dengan berbagai kenaikan kebutuhan hidup? Entahlah. Kemiskinan merupakan masalah serius yang menjadi tanggungjawab pemerintah sebagai imbas dari tidak tepat sasaran kebijakan pemerintah. 

Ketika situasi krisis ekonomi merambah ke berbagai wilayah dan harga solar naik, masyarakat di daerah pesisir yang terancam kolaps karena tidak kuat menanggung tekanan kebutuhan hidup dan kenaikan biaya produksi. Keluarga nelayan tidak pernah lepas dari masalah kemiskinan dan kesenjangan sosial ekonomi. Menurut Khudori (2009), faktor yang menjadi penyebab meluasnya tekanan kemiskinan yang dialami masyarakat nelayan adalah karena kuatnya tekanan-tekanan struktural yang bersumber dari kebijakan pemerintah dalam membangun sub-sektor perikanan. Seperti halnya kebijakan kenaikan harga BBM. Nelayan yang hampir sebagian besar termasuk masyarakat miskin Indonesia paling merasakan dampak kenaikan solar bersubsidi. Yang awalnya dikisaran harga Rp 4.500/liter kini akibat dampak penyesuaian harga BBM menjadi Rp 5.500/liter. BBM (bahan bakar minyak) sebagai biaya operasional terbesar dalam kegiatan melaut menjadikan beban tersendiri bagi mereka. Pemerintah seakan memukul rata kebijakan penyesuaian harga BBM. Tak lagi memperhatikan nelayan yang sangat terbebani dalam kenaikan BBM. Permasalahan distribusi BBM untuk nelayan di berbagai pelosok daerah sering kali ditemui tidak terpenuhi baik secara kuota dan keterbatasan jumlah SPDN (solar paket dealer nelayan) maupun keberadaan SPBN (stasiun pengisian bahan bakar nelayan).
Pasca diberlakukannya kebijakan kenaikan harga BBM, nelayan tradisional adalah kelompok masyarakat pesisir yang paling menderita karena perubahan situasi sosial-ekonomi yang terkesan tiba-tiba, namun berkepanjangan. Nelayan tradisional kian terhimpit nasibnya karena hanya mampu mengandalkan perahu tradisional dan alat tangkap sederhana untuk bertahan hidup yang jelas tidak akan pernah mampu bersaing dengan nelayan modern yang didukung perangkat yang serba canggih dan kapal besar yang memiliki daya jangkau yang jauh lebih luas. Untuk mememnuhi kebutuhannya mereka tidak akan pernah terlepas dari jeratan hutang. Keterbatasan kemampuan nelayan-nelayan tradisional dalam berbagai aspek, khususnya penguasaan alat tangkap yang serba terbatas adalah hambatanpotensial bagi mereka untuk meningkatkan kesejahteraan sosial dan mengatasi kemiskinan yangmembelit mereka selama ini (Kusnadi 2003:98). Dalam banyak kasus, nelayan tradisional yang miskin umumnya lebih memilih menerima nasib dan berusaha beradaptasi dengan kondisi kemiskinan yang membelenggunya daripada berusaha menyiasatinya.
Dampak kenaikan harga BBM membuat banyak keluarga nelayan miskin yang kehidupannya makin rapuh, karena usaha yang ditekuni tidak lagi dapat diandalkan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Imbas kenaikan harga BBM menyebabkan pendidikan anak mereka terganggu dan membuat keluarga nelayan miskin itu kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, tetapi juga menyebabkan usaha yang ditekuni mengalami kemunduran dan ujung-ujungnya menyebabkan utang yang ditanggung meningkat. Bagi nelayan miskin, ketika harga BBM naik yang kemudian diikuti dengan meningkatnya biaya produksi untuk operasional melaut, ternyata di saat yang sama justru berbanding terbalik dengan keuntungan yang diperoleh.

Kemiskinan Nelayan di Gemerlapnya Kota Makassar Oleh : Indjar Wiaya



                                 Kemiskinan Nelayan di Gemerlapnya Kota Makassar
Oleh : Indjar Wiaya

            Kota Makassar terletak di sebelah selatan Pulau Sulawesi  terdiri dari 14 kecamatan dan 142 kelurahan/desa dengan total jumlah pulau-pulau kecil sebanyak 11 pulau (BPS Kota Makassar, 2009). Kota Makassar yang dikenal sebagai gerbang menuju Indonesia Timur telah mengokohkan dirinya sebagai salah satu kota besar dengan pendapatan daerah tahun Anggaran 2012 terealisasi sebesar Rp 2,09 trilyun (rri.co.id). Selanjutnya data tahun 2012 Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Makassar mencatat realisasi ekspor perikanan sebanyak 216 ton dengan nilai sekitar US$3,02 juta. Dengan begitu besarnya potensi hayati laut di Makassar seyogyanya dapat menjadi suatu aset besar bagi nelayan setempat dalam upaya memperbaiki taraf hidup mereka secara ekonomi. Namun, realitanya kehidupan nelayan tetap saja masih berada dalam ketidakmampuan secara finansial dan belum sejahtera. Ironis karena dengan hidup di antara sumberdaya alam laut yang melimpah ruah, harusnya masyarakat setempat dapat hidup dengan bahagia dan sejahtera.
Description: F:\FOTO\KKN PROFESI P. SARLO\205957_1856166736594_1613635592_1433779_6168141_n.jpg
Gambar 1.( Rumah dan perahu nelayan di kawasan pulau  spermonde kota makasar )
Nelayan merupakan salah satu dari sekian yang teridentifikasi di kota Makassar sebagai golongan miskin. Saat ini industri perikanan di Kota Makassar memainkan peranan yang penting, namun ia tidak memberikan dampak positif pada kesejahteraan penduduk yang tinggal di kawasan pesisir dan bergantung kepada sektor perikanan sebagai sumber pendapatan. Hasil pendataan yang dilakukan oleh pemerintah kota Makassar, menyebutkan bahwa jumlah warga miskin yang tinggal di kawasan pesisir terbanyak di kecamatan Ujung Tanah sebesar 11,14%, diikuti dengan kecamatan Tallo 7,71% dan Mariso 6,93%.

Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (1993), miskin berarti tidak memiliki harta benda; serba kekurangan. Dengan demikian kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi kekurangan hal-hal yang biasa untuk dipunyai (kebutuhan primer) seperti makanan, pakaian, tempat berlindung dan air minum, hal-hal ini sangat berhubngan erat dengan kualitas hidup. Berbicara tentang kemiskinan yang dihadapi nelayan memang takkan pernah berujung. Begitu banyak faktor yang menyebabkan jerat kemiskinan tak pernah lepas dari nelayan. Secara konkrit Hadiwageno dan Pakpahan (dalam Salim, 1984: 45), berpendapat bahwa kemiskinan pada dasarnya disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: a) sumber daya alam yang rendah; b) teknologi dan unsur pendukung yang rendah; c) sumber daya manusia yang rendah; dan d) sarana dan prasarana termasuk kelembagaan yang belum baik.
Salah satu contoh, tingkat pendapatan masyarakat nelayan Pantai Untia rata-rata masih rendah. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan sumberdaya yang mereka miliki, ikan yang diperoleh setiap hari masih rendah karena tempat penangkapan ikan cukup jauh dari Pesisir Untia., serta tingkat pendidikan masyarakat masih rendah. Pembangunan PPN Untia Makassar diharapkan menjadi tempat yang mampu menampung aktivitas perikanan yang akan meningkatkan kesejahteraan nelayan Pantai Untia.
Description: http://t0.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcQuFVsbiq5GeoO6ScCYwkHA9sfV2kN5JFkBEiEUDStcO6HqeY4_(pantai losari kota makassar di malam hari )
Selain itu berbagai program dari pemerintah Kota Makassar terus digulirkan dalam mengentaskan masalah kemiskinan. Namun, ternyata belum mampu mengangkat masyarakat nelayan miskin dari garis kemiskinan. Nelayan bahkan disebut sebagai masyarakat termiskin dari kelompok masyarakat lainnya. Sepertinya berbagai progam yang diberikan belum mampu menyentuh akar permasalahan kemiskinan yang dirasa tidak tepat sasaran. Tidak dapat dipungkiri pemilik modal juga memiliki kontribusi dalam melanggengkan kemiskinan nelayan akibat monopoli harga ikan sehingga nelayan dirugikan dari penurunan segi pendapatan dan malah makin memperkaya pemilik modal. Nelayan tradisional makin terpinggirkan oleh modernisasi perikanan seperti munculnya kapal - kapal tangkap yang berukuran besar dan berteknologi modern yang mampu menangkap ikan lebih banyak yang mereka sendiri tidak mampu dalam menguasai dan memilikinya. Rendahnya motivasi dan etos kerja nelayan juga ikut mempengaruhi rendahnya tingkat kesejahteraan hidup. Lembaga seperti koperasi perikanan agaknya juga belum mampu memainkan peranannya dalam memasarkan produk perikanan, menjamin harga dan ketersediaan faktor produksi kebutuhan nelayan.
Maka berdasarkan uraian singkat diatas, diperlukannya langkah awal yang dilakukan secara kontinu oleh pemerintah kota dalam meningkatkan kesejahteraan nelayan  yakni memberikan penyuluhan, pendidikan dan pelatihan keterampilan untuk memanfaatkan sumberdaya perikanan. Di mana upaya-upaya ini tidak hanya diberikan kepada nelayan saja, tetapi juga dilakukan terhadap keluarga nelayan (istri dan anak), karena mereka merupakan potensi yang dapat dimanfaatkan untuk menunjang pendapatan keluarga nelayan. Semoga nelayan Makassar tidak terus menjadi kaum termarginalkan dalam gemerlapnya pembangunan Kota Makassar.

“Dinasti Kekuasaan Parlemen Bantaeng “ oleh Indar Wijaya



“Dinasti Kekuasaan Parlemen Bantaeng “ oleh Indar Wijaya

Demokrasi memiliki pengertian sebagai bentuk pemerintahan yang semua warga negaranya memiliki hak setara dalam pengambilan keputusan yang dapat mengubah hidup mereka. Demokrasi mengizinkan warga negara berpartisipasi—baik secara langsung atau melalui perwakilan—dalam perumusan, pengembangan, dan pembuatan hukum. Demokrasi mencakup kondisi sosial, ekonomi, dan budaya yang memungkinkan adanya praktik kebebasan politik secara bebas dan setara (Wikipedia). Indonesia sebagai negara yang menerapkan demokrasi, seorang pemimpin seharusnya muncul karena memiliki kemampuan, populer, dan rekam jejak yang baik sehingga mendapat kepercayaan dari masyarakat.
Nyatanya sistem demokrasi di Indonesia ternyata membentuk suatu dinasti perpolitikan dinasti kekuasaan . Hal ini terindikasi dari partai-partai yang ramai-ramai mencalonkan kalangan keluarga dan kerabat untuk melanggengkan kekuasaan. Lihat saja salah satu partai politik pemenang pemilu yang seakan memberikan “kado” kekuasaan di masa mendatang kepada putranya. Entah itu didasari dari hati nuraninya yang merasa terpanggil untuk mengabdi kepada rakyat atau memang seakan menjadi kewajibannya sebagai putra mahkota. Di daerah politik dinasti semakin menjadi-jadi. Bupati yang habis masa jabatannya mula-mula malu-malu mengajukan istrinya menjadi penggantinya menjabat sebagai bupati. Bukan hanya ditataran itu saja, malah di pedesaan seperti pemilihan kepala desa juga sarat akan pengokohan dinasti. Inikah yang namanya demokrasi?
Seperti pernyataan Wakil Ketua DPR RI Ahmad Farhan Hamid dalam politik dinasti di Indonesia, menurut dia, kepala daerah atau pejabat publik lainnya, ada yang muncul karena popularitas keluarganya seperti suami, kakak, atau orang tua, serta kekuatan uang, bukan karena kemampuan dan popularitas dirinya. Adanya praktik politik dinasti yang didorong oleh keluarga dan kekuatan uang sering menimbulkan ekses praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
Ditambahkan pula menurut Sebastian koordinator Formappi, ada dua hal yang menyebabkan marak munculnya politik dinasti di Indonesia. Pertama, partai politik cenderung dikontrol oleh elite partai yang memiliki hubungan tertentu, dalam arti ini adalah keluarga. Akibatnya, para elite politik tersebut bebas memasukkan keluarganya ke partai politik untuk dapat duduk pada jabatan tertentu di partai. Kedua, cermin mandeknya proses rekruitmen dan kaderisasi oleh partai politik, sehingga tanpa selektif, dan semua dimasukkan untuk memenuhi ketentuan undang-undang.
Ataukah memang sistem perpolitikan Indonesia sedang sakit sehingga tidak mampu melahirkan kader-kader politik yang bebas dari nama besar keluarga. Seperti halnya yang terjadi di Bantaeng , parlemen dipenuhi oleh tradisi dinasti kelurga besar ..berdasarkan informasi yang masuk kini di bantaeng dinasti kekuasaan itu di buktikan dengan banyaknya calon legeslatif di daerah tersebut meupakan keluarga dari orang yang pernah duduk atau berukuasa di parlemen baik dari partai besar ataupun partai kecil
Dinasti kekuasaan parlemen di Bantaeng bukan merupakan yang pertama kalinya di indonesia .di daerah lain pun seperti itu, dan sudah lama terjadi . proses dinasti kekuasaan ini terjadi sejak sistem demokrasi berlaku. Parlemen yang melahirkan mantan kelurga besar parlemen ,mulai dari bapak,istri dan anak2nya dalam proses demokrasi tidak serta merta lahirnya pemimpin hanya karena faktor keluarga yang berkuasa.ataupun faktor orang tua atau faktor popularitas keluarga yang menjadi dasar untuk layak berkuasa.
Proses demokrasi di bantaeng adalah proses melahirkan pemimpin dari rakyat,oleh rakyat.dan untuk rakyat.pemimpin yang betul –betul memiliki karakter dan visi misi dalam mewakili rakyat .menyampaikan aspirasi rakyat dan melaksanakan keinginan rakyat.bukan karena di lahirkan oleh kekuasaan turunan keluarga, atau turunan kekayaan keluarga.
Demokrasi dengan cara pemilihan langsung oleh rakyat memang pada akhirnya di kembalikan ke rakyat dalam memilih wakilnya di parlemen.akan tetapi jangan sampai rakyat di paksa dalam sisitem demokrasi itu untuk memilih wakilnya yang tidak memilik kapasitas dan visi sebagai wakil rakyat.dan hanya karena partai yang tidak membuka ruang dan dalam partai hanya keluarga yang berkuasa di partai yang boleh mencalonkan untuk di pilih rakyat.dinasti itu yang harus di basmi.
Ini membuktikan bahwa sistem demokrasi di bantaeng adalah sistem dinasti kekuasaan yang tidak melahirkan kader2 baru dalam mewakili rakyat.dan justru melahirkan keluarga besar penguuasa.dan akan bisa menyebabkan praktek KKN.

Menyongsong Hari Nelayan 6 April 2013



Menyongsong Hari Nelayan 6 April 2013
Oleh : Indar Wijaya
Sekjen HIMAPIKANI Periode 2012-2014

            Sudahkah anda tahu bahwa setiap tanggal 6 April diperingati sebagai Hari Nelayan Nasional? Mungkin kita sendiri tidak menyadari bahwa setiap tanggal 6 April diperingati sebagai Hari Nelayan Nasional. Menurut situs Wikipedia, pada tanggal 6 April  setiap tahunnya konon para nelayan di Pelabuhan Ratu Sukabumi mengadakan berbagai aktivitas yang meriah seperti pesta rakyat, ritual adat, lomba-lomba dan sebagainya. Tidak salah jika kita memperingati hari Nelayan Nasional karena sebgian besar penduduk Indonesia sebesar 60%nya berprofesi sebagai nelayan. Bukan pesta yang menghambur-hamburkan uang semata tetapi sebagai momentum untuk mengangkat harkat dan martabat mereka sebagai nelayan “sang pahlawan protein bangsa”.  Peringatan hari nelayan juga bisa mendatangkan sumber pendapatan tambahan bagi mereka melalui kegiatan yang menarik dan atraktif yang mampu mengundang wisatawan. Hari Nelayan Nasional seyogyanya membangkitkan awareness kita terhadap kesejahteraan mereka. Menurut data BPS (2000), nelayan dan masyarakat pesisir termasuk dalam kelompok masyarakat termiskin di tanah air.
            Lagi-lagi sangat ironi nasib kesejahteraan nelayan, mereka sebagai garda depan yang mengelola pesisir dan lautan malah tidak mampu menikmati hasil jerih payahnya. Sumberdaya alam yang miliki Indonesia seakan tak berarti seiring masih rendahnya tingkat kesejahteraannya. Padahal kelestarian sumberdaya alam terletak di tangan mereka karena sebagai aktor utama dalam pengelolaannya. Indonesia membutuhkan sumberdaya manusia berkompetensi dalam memanfaatkan potensi seperti potensi produksi lestari sekitar 6,4 juta ton/tahun, potensi budidaya laut sebesar 45 juta ton/tahun serta potensi perikanan dan bioteknologi keluatan yang mencapai US$ 100 miliar setiap tahunnya.

Permasalahan yang dihadapi nelayan Indonesia meliputi regulasi pemerintah, rendahnya tingkat kesejahteraan, pendidikan rendah, kesehatan yang terabai, dan kesetaraan gender.

Regulasi pemerintah
Terbitnya UU Perikanan No 31 Tahun 2004 dan UU Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (PWP3K) Tahun No 27 Tahun 2007 merugikan nelayan secara politik. Jika ditilik secara mendalam,  keduanya memberi celah pihak asing beroperasi di perairan dan menguasai wilayah pesisir Indonesia. Ditengarai banyak kapal berbendera Indonesia tetapi para ABKnya bukan warga negara Indonesia,bahkan seenaknya saja mereka bisa berganti bendera kebangsaaan. Jika saat beroperasi penangkapan di wilayah perairan Indonesia menggunakan bendera merah putih, namun setelah keluar dari wilayah Indonesia berganti bendera untuk menjual hasil tangkapan mereka tidak pernah mendaratkan hasilnya di pelabuhan perikanan tetapi di negara lain. Hal ini haruslah menjadi perhatiaan serius bagi pemerintah. Agar menindak tegas kapal-kapal asing yang berbendera Indonesia. Kedua regulasi tersebut juga tidak membela kepentingan nelayan. Karena sampai saat ini tidak mampu mengangkat kesejahteraan nelayan. Selain itu, dibutuhkan kebijakan politik yang mampu mengatasi permasalahan nelayan. Dalam pengucuran dana APBN atau APBD diharapkan mampu membangun infrastruktur yang memadai seperti pelabuhan perikanan dan pengadaan armada tangkap. Urgensi Kepres pembagian zonasi di kawasan pesisir untuk menghindari tumpang tindih antarsektor yang dapat berakibat rusaknya kawasan pesisir. Regulasi pemerintah seperti pembangunan dan kebijakan seyogyanya disesuaikan dengan hukum dan kearifan lokal yang ada di masing-masing kawasan agar hal ini dapat diaplikasikan langsung dimasyarakat.

Kesejahteraan

Kemiskinan yang menjerat nelayan bagaikan lingkaran setan yang tak pernah putus. Pada saat musim panen nelayan berpendapatan besar sedangkan saat musim paceklik nelayan tidak memperoleh pendapatan sama sekali. Ekonomi lemah yang dirasakan nelayan sebagai akibat adanya indikasi overfishing, rusaknya ekosistem pesisir dan laut serta ketidakberpihakan kebijakan pemerintah terhadap nelayan. Adanya tengkulak yang memonopoli pemasaran hasil tangkapan membuat nelayan tidak mampu mengembangkan usahanya akibat sudah terlanjur bergantung dari segi permodalan dan pemasaran. Kondisi nelayan Indonesia memang jauh dari kata sejahtera. Lihat saja, kawasan pemukiman nelayan yang terkesan kumuh. Jika kesejahteraan nelayan cukup tinggi, kawasan pesisir bukanlah menjadi kawasan yang identik dengan kekumuhan dan kemiskinan. Selain itu rendahnya tingkat pengetahuan membuat rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat nelayan. Kondisi ini diperparah lagi dengan tidak adanya perencanaan pengelolaan keuangan yang baik, tidak adanya motivasi untuk memperbaiki nasib, terbatasnya wawasan meningkatkan taraf hidup mereka sendiri. Rendahnya kesejahteraan masyarakat nelayan yang hampir sebagian besar berada dalam zona merah atau masyarakat termiskin di tanah air, akan mengakibatkan generasi penerus yang lemah, kurang cerdas dan tidak produktif (a lost generation).  Untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan, pemerintah harus memberikan bantuan modal, pembangunan infrastruktur pelabuhan perikanan, sarana kerja yang memadai, dan berbagai kegiatan untuk peningkatan pendapatan seperti penyuluhan, pendidikan dan pelatihan.

Pendidikan

Pendidikan merupakan kunci berkualitasnya sumberdaya manusia. Rendahnya tingkat pendidikan yang dienyam oleh masyarakat nelayan berdampak kepada perilaku, cara berpikir dan produktivitas. Untuk mengatasi rendahnya tingkat pendidikan yang berdampak pada kualitas SDM yang kompeten melalui kegiatan pembinaan dan penyuluhan yang tepat sasaran sehingga apa yang disuluhkan bermanfaat dan bisa diaplikasikan yang hasilnya berdampak langsung bagi kesejahteraan nelayan. Pentingnya pengetahuan seperti penanganan pascapanen dan pengolahan hasil perikanan untuk menjadi usaha sampingan selain melaut sehingga meningkatkan kemampuan nelayan. Sebagai generasi penerus bangsa, memberdayakan anak nelayan dan generasi muda pendirian sekolah lapang di kawasan tempat tinggal nelayan merupakan solusi peningkatan sumberdaya manusia. Progam beasiswa anak nelayan untuk disekolahkan di SUPM maupun Akademi Perikanan juga terobosan untuk meregenerasi nelayan. Selain itu, kerjasama dengan Universitas yang memiliki progam studi Perikanan untuk lebih aktif berperan dalam peningkatan keterampilan dan wawasan generasi muda nelayan melalui kegiatan aplikatif dalam mengelola sumberdaya alam pesisir seperti kegiatan budidaya kepiting bakau, rumput laut hingga keterampilan dalam pengolahan hasil perikanan. Sebaik apapun progam jika tidak dilakukan secara kontinu dan konsisten maka tidak akan menghasilkan sumberdaya manusia yang kompeten. Karena dari merekalah,  diharapkan generasi muda sebagai pengelola potensi sumberdaya alam yang berkelanjutan.




Kesehatan

Kesehatan bagi masyarakat pesisir dan nelayan bukan menjadi perhatian penting. Bagi mereka untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari sudah sulit , untuk apa memperhatikan kesehatan. Lihat saja, mereka seakan acuh sekali terhadap sanitasi di kawasan pemukiman yang buruk. Padahal hal ini dapat memicu timbulnya berbagai macam penyakit. Belum lagi dari perilaku masyarakat yang tidak higienis. Pemerintah seharusnya lebih peduli terhadap jaminan hidup masyarakat. Melalui keberadaan puskesmas di kawasan pesisir, kegiatan penyadaran akan pentingnya kesehatan serta penataan kembali kawasan pemukiman wilayah pesisir diharapkan mampu meningkatkan kesehatan di kalangan nelayan.

Kesetaraan gender
Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) mengisyaratkan untuk perlunya pemerintah memberikan perhatian lebih terhadap perempuan nelayan karena mereka telah berkontribusi lebih dari 48 persen untuk menopang kebutuhan ekonomi keluarga.  Peran penting perempuan nealyan dalam proses pengolahan dan pemasaran, perempuan nelayan berperan sebagai penyedia dan pelestari pangan, serta pengusaha dalam kegiatan pengolahan ikan. Rentannya perempuan nelayan seperti yang disebutkan dalam pasal 89 jo pasal 141 Undang-Undang Pangan menyebutkan bahwa setiap orang yang dengan sengaja memperdagangkan pangan yang tidak sesuai dengan keamanan pangan dan mutu pangan yang tercantum dalam label kemasan pangan bisa diancam pidana penjara paling lama dua tahun atau denda paling banyak Rp4 miliar. Padahal kita menyadari begitu banyak kegiatan pengolahan ikan yang dilakukan oleh perempuan nelayan yang jauh dari ketentuan Undang-undang pangan tersebut. Perlindungan negara dalam peran perempuan masih belum optimal. Pemerintah harus lebih memperhatikan peran perempuan seperti memberikan pelatihan dan penyuluhan kegiatan pengolahan hasil perikanan yang sesuai dengan ketentuan beserta bantuan modal untuk pengembangan usahanya. Pemerintah kurang memberikan porsi kepada perempuan untuk ikut merumuskan kebijakan padahal penting untuk menyerap aspirasi kaum perempuan.
Mempertimbangkan pentingya sektor perikanan bagi pembangunan indonesia dan ekonomi indonesia secarah menyeluruh sehingga dengan momentum hari nelayan 6 april 2013.perlu upaya  berbagai pihak stakeholder dan permintah untuk bersatu paduh memecahkan masalah dan persoalan yang di hadapi nelayan.karena nelayan adalah bagian dari bangsa indonesia.

KARYA POPULER