Kemiskinan Nelayan di Gemerlapnya Kota Makassar
Oleh
: Indjar Wiaya
Kota
Makassar terletak di sebelah selatan Pulau Sulawesi terdiri dari 14 kecamatan dan 142
kelurahan/desa dengan total jumlah pulau-pulau kecil sebanyak 11 pulau (BPS
Kota Makassar, 2009). Kota Makassar yang dikenal sebagai gerbang menuju
Indonesia Timur telah mengokohkan dirinya sebagai salah satu kota besar dengan pendapatan daerah tahun Anggaran 2012 terealisasi
sebesar Rp 2,09 trilyun (rri.co.id). Selanjutnya data tahun 2012 Dinas
Kelautan dan Perikanan Kota Makassar mencatat realisasi ekspor perikanan
sebanyak 216 ton dengan nilai sekitar US$3,02 juta. Dengan begitu besarnya
potensi hayati laut di Makassar seyogyanya dapat menjadi suatu aset
besar bagi nelayan setempat dalam upaya memperbaiki taraf hidup mereka secara
ekonomi. Namun, realitanya kehidupan nelayan tetap saja masih berada dalam
ketidakmampuan secara finansial dan belum sejahtera. Ironis
karena dengan
hidup di antara sumberdaya alam laut yang melimpah ruah, harusnya masyarakat
setempat dapat hidup dengan bahagia dan sejahtera.
Gambar 1.( Rumah dan
perahu nelayan di kawasan pulau
spermonde kota makasar )
Nelayan merupakan salah satu dari
sekian yang teridentifikasi di kota Makassar sebagai golongan miskin. Saat
ini industri perikanan di Kota Makassar memainkan peranan yang penting, namun
ia tidak memberikan dampak positif pada kesejahteraan penduduk yang tinggal di
kawasan pesisir dan bergantung kepada sektor perikanan sebagai sumber
pendapatan. Hasil pendataan yang dilakukan oleh pemerintah kota
Makassar, menyebutkan bahwa jumlah warga
miskin yang tinggal di kawasan pesisir terbanyak di kecamatan Ujung Tanah
sebesar 11,14%, diikuti dengan kecamatan Tallo 7,71% dan Mariso 6,93%.
Menurut Kamus
Umum Bahasa Indonesia (1993), miskin berarti tidak memiliki harta benda; serba
kekurangan. Dengan demikian kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi kekurangan
hal-hal yang biasa untuk dipunyai (kebutuhan primer) seperti makanan, pakaian,
tempat berlindung dan air minum, hal-hal ini sangat berhubngan erat dengan
kualitas hidup. Berbicara tentang kemiskinan yang dihadapi nelayan memang
takkan pernah berujung. Begitu banyak faktor yang menyebabkan jerat kemiskinan
tak pernah lepas dari nelayan. Secara konkrit Hadiwageno dan Pakpahan (dalam
Salim, 1984: 45), berpendapat bahwa kemiskinan pada dasarnya disebabkan oleh
beberapa faktor, antara lain: a) sumber daya alam yang rendah; b) teknologi dan
unsur pendukung yang rendah; c) sumber daya manusia yang rendah; dan d) sarana
dan prasarana termasuk kelembagaan yang belum baik.
Salah satu contoh, tingkat pendapatan
masyarakat nelayan Pantai Untia rata-rata masih rendah. Hal ini disebabkan oleh
keterbatasan sumberdaya yang mereka miliki, ikan yang diperoleh setiap hari
masih rendah karena tempat penangkapan ikan cukup jauh dari Pesisir Untia.,
serta tingkat pendidikan masyarakat masih rendah. Pembangunan PPN Untia
Makassar diharapkan menjadi tempat yang mampu menampung aktivitas perikanan
yang akan meningkatkan kesejahteraan nelayan Pantai Untia.
(pantai losari kota makassar di malam hari
)
Selain itu berbagai
program dari pemerintah Kota Makassar
terus digulirkan dalam mengentaskan masalah kemiskinan. Namun,
ternyata belum mampu mengangkat masyarakat nelayan miskin dari garis
kemiskinan. Nelayan bahkan disebut sebagai masyarakat termiskin dari kelompok
masyarakat lainnya. Sepertinya berbagai progam yang
diberikan belum mampu menyentuh akar permasalahan kemiskinan yang dirasa tidak
tepat sasaran. Tidak dapat dipungkiri pemilik modal juga memiliki
kontribusi dalam melanggengkan kemiskinan nelayan akibat monopoli harga ikan
sehingga nelayan dirugikan dari penurunan segi pendapatan dan malah makin
memperkaya pemilik modal. Nelayan tradisional makin terpinggirkan oleh
modernisasi perikanan seperti munculnya kapal - kapal tangkap yang berukuran
besar dan berteknologi modern yang mampu menangkap ikan lebih banyak yang
mereka sendiri tidak mampu dalam menguasai dan memilikinya. Rendahnya motivasi
dan etos kerja nelayan juga ikut mempengaruhi rendahnya tingkat kesejahteraan
hidup. Lembaga
seperti koperasi perikanan agaknya juga belum mampu memainkan peranannya dalam
memasarkan produk perikanan, menjamin harga dan ketersediaan faktor produksi
kebutuhan nelayan.
Maka
berdasarkan uraian singkat diatas, diperlukannya langkah awal yang dilakukan
secara kontinu oleh pemerintah kota dalam meningkatkan kesejahteraan nelayan yakni memberikan penyuluhan, pendidikan dan
pelatihan keterampilan untuk memanfaatkan sumberdaya perikanan. Di mana
upaya-upaya ini tidak hanya diberikan kepada nelayan saja, tetapi juga
dilakukan terhadap keluarga nelayan (istri dan anak), karena mereka merupakan
potensi yang dapat dimanfaatkan untuk menunjang pendapatan keluarga nelayan.
Semoga nelayan Makassar tidak terus menjadi kaum termarginalkan dalam
gemerlapnya pembangunan Kota Makassar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar