Nelayan Tanpa Solar oleh Indar Wijaya
Nampaknya sejak tanggal 1
Agustus 2014 pembatasan penggunaan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi
terutama solar untuk nelayan segera diberlakukan. Pertamina merilis data
hingga Juni 2014 konsumsi BBM subsidi sebesar 22,9 juta kiloliter dari
kuota 46 juta kiloliter (detik.com). Sedangkan konsumsi solar subsidi
hingga Juni 2014 telah mencapai 7,92 juta kiloliter dari kuota 15,1
jutakiloliter. Melihat data terus membengkaknya konsumsi BBM bersubsidi
yang tak mencukupi hingga akhir tahun ini. Perbandingan tingginya
permintaan terhadap BBM bersubsidi akibat tidak terkendalinya
pertumbuhan kendaraan pribadi tak pernah sejalan dengan produksi bahan
bakar itu sendiri. Minus minus dan minus. Sebagai imbasnya kebijakan
yang diambil PT. Pertamina untuk mengurangi jatah solar bersubsidi tiap
SPDN (Solar Packet Dealer Nelayan) sebesar 10% (m.energitoday.com,
23/7/2014).
Sebenarnya ini bukanlah menjadi
hal baru bagi nelayan, namun bisa dibayangkan jika pembatasan solar
bersubsidi diberlakukan. Padahal jelas 60% biaya operasional untuk
melaut diperuntukkan untuk kebutuhan bahan bakar. Praktis jika solar
bersubsidi tak lagi ditemui, nelayan harus memutar otak. Tetap melaut
dengan biaya membengkak menggunakan solar non subsidi atau membiarkan
dapur tak lagi mengepul. Sungguh dilema. Jika nelayan tak pergi melaut,
bagaimana kebutuhan protein hewani yang dibutuhkan bangsa ini. Jika
nelayan tak pergi melaut, bagaimana nasib mereka. Makin melarat.
Dikutip dari twitter
@RokhminDahuri yang menanggapi twit @ISPIKANI tentang pembatasan solar
bersubsidi untuk nelayan bahwa seyogyanya kebutuhan nelayan akan solar
bersubsidi tidak dibatasi, kecuali ada bukti kuat bahwa kuota solar
subsidi lebih besar daripada kebutuhan riil nelayan secara nasional
dengan kuota yang ada saja nelayan kita masih kalah dengan nelayan asing
yang mencuri ikan di perairan RI. Kalau nelayan sampai kekurangan BBM,
hasil tangkapan ikan menurun dan keuntungan yang didapat mengecil.
Lantas bagaimana solusinya? Apakah mungkin nelayan harus melaut tanpa
solar?! Saat ini, kebutuhan terhadap BBM belum tergantikan karena kita
belum mempunyai teknologi semacam panel tenaga surya untuk diaplikasikan
ke kapal – kapal nelayan agar mampu mandiri dari segi energi. Belum
lagi, ketidaktegasan pemerintah dalam mengendalikan pertumbuhan jumlah
kendaraan pribadi yang ikut menggerogoti kuota BBM bersubsidi. Memang
ada sisi positifnya ketika ada pembatasan konsumsi BBM bersubsidi,
masyarakat akan berusaha menyesuaikan diri dengan mengganti BBM non
subsidi. Lantas nelayan dengan nasib tak kunjung membaik haruskah
menjadi korban dalam pembatasan konsumsi solar bersubsidi?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar