Memasuki 100 hari kabinet kerja Jokowi
tak seperti yang dibayangkan akan berjalan mulus dan sesuai dengan apa yang
dijanjikan, visi-misi presiden Jokowi-Jk terkait pembangunan perikanan seperti
yang dijanjikan masa masa kampanye presiden belum terlihat sama sekali, meskipun
terobosan menteri kelautan dan perikanan Susi Pudjiastuti mulai terlihat
kepermukaan dan telah bekerja keras membuat kebjakan kebijakan yang di harapakn
bisa membangun masyarakat perikanan dari keterpurukan dan kemiskinan.
Sejak dilantik menjadi Menteri
Kelautan Dan Perikanan Susi Pudjiastui berbagai upaya dan gebrakan terkait
perikanan tangkap terus dikeluarkan, terhitung sejak dilantik menteri kelautan
dan perikanan ini sudah mengelurkan peraturan menteri terkait pelarangan “TRANSHIPMENT’
bagi kapal kapal besar yang mencari ikan di wilayah penangkapan perikanan
Republik Indonesia. Kebijakan ini sebagian didukung nelayan kecil sebagai
terobosan yang baik guna mendata hasil tangkapan yang ada diwilayah penangkapan
perikanan Indonesia, akan tetapi lain halnya dengan pengusaha lokal yang lama
berkiprah didunia perikanan, mereka mengangap kebijakan menteri keluatan dan
perikanan ini menyulitkan dan membutuhkan biaya mahal dan sangat merugikan
pengusaha lokal yang ada di indonesia. Banyak pengusaha tuna yang beranggapan “sebagai
pengusaha kami kan butuh siasat agar cost operasionalnya lebih murah. Jadi
harusnya dibedakan, transhipment yang dilarang adalah bongkar muat untuk
kemudian dibawa ke luar. Lha kami itu transhpiment tapi terus dibawa ke
Jakarta,” tutur seorang pengusaha lokal yang
tidak mau menerima larangan menteri tersebut.
Menurut menteri kelautan dan
perikanan alasan kuat pelarangan transhipment adalah, mencegah penjualan ikan
langsung ke luar negeri, dan yang kedua untuk menghidupkan kembali pelabuhan
perikanan di setiap daerah, serta mencegah penjualan solar secara ilegal yang
dilakukan oleh nelayan di tengah laut. Transhipment ini dilarang oleh
undang-undang Perikanan, beberapa tahun lalu ada permen yang memperbolehkan dan
itu tidak sesuai dengan UU. Jika kita memperbolehkan transhipment berarti kita
harus mengganti UU dulu, seperti itu penuturan menteri sehingga tidak ada tawar
menawar terkait bogkar muat di tengah laut, hal ini sangat menegasakan betapa
kuatnya komitmen menteri Susi Pudjiastuti membangun perikanan secara transparan
dan berkelanjutkan.
Kebijakan lain menteri kelautan dan
perikanan yang menuai kontroversi adalah
peraturan menteri terkait larangan ekspor “Kapeting,Lobster dan rajungan” yang bertelur
dan memiliki ukuran tertentu. Kebijakan ini akhirnya ditolak beberapa pengusaha
lobster,kepiting dan rajungan, banyak pengusaha lokal yang mengangap kebijakan
menteri kelautan dan perikanan mendatangkan musibah bagi pembuidaya dan nelayan
kepiting dan melumpuhkan ekonomi masyarakat kecil. Namun meskipun menuai protes
dari nelayan dan para pengusaha lokal, menteri Susi Pudjiastuti tetap
melaksanakan permen tersebut tanpa ada tawar menawar hal ini menegaskan bahwa
komitmen menteri kelautan dan perikanan sangat kuat dan aturan harus ditegakkan
tanpa memandang siapa yang merasa dirugikan, ini juga menegaskan bahwa permen
kelautan dan perikanan bukan permen karet yang bisa ditarik kembali karenah
banyaknya aksi protes.