Menyongsong Hari Nelayan 6 April 2013
Oleh : Indar Wijaya
Sekjen HIMAPIKANI Periode 2012-2014
Sudahkah anda tahu bahwa setiap
tanggal 6 April diperingati sebagai Hari Nelayan Nasional? Mungkin kita sendiri
tidak menyadari bahwa setiap tanggal 6 April diperingati sebagai Hari Nelayan
Nasional. Menurut situs Wikipedia, pada tanggal 6 April setiap tahunnya konon para nelayan di
Pelabuhan Ratu Sukabumi mengadakan berbagai aktivitas yang meriah seperti pesta
rakyat, ritual adat, lomba-lomba dan sebagainya. Tidak salah jika kita
memperingati hari Nelayan Nasional karena sebgian besar penduduk Indonesia
sebesar 60%nya berprofesi sebagai nelayan. Bukan pesta yang
menghambur-hamburkan uang semata tetapi sebagai momentum untuk mengangkat
harkat dan martabat mereka sebagai nelayan “sang pahlawan protein bangsa”. Peringatan hari nelayan juga bisa
mendatangkan sumber pendapatan tambahan bagi mereka melalui kegiatan yang
menarik dan atraktif yang mampu mengundang wisatawan. Hari Nelayan Nasional
seyogyanya membangkitkan awareness kita
terhadap kesejahteraan mereka. Menurut data BPS (2000), nelayan dan masyarakat
pesisir termasuk dalam kelompok masyarakat termiskin di tanah air.
Lagi-lagi sangat ironi nasib
kesejahteraan nelayan, mereka sebagai garda depan yang mengelola pesisir dan
lautan malah tidak mampu menikmati hasil jerih payahnya. Sumberdaya alam yang
miliki Indonesia seakan tak berarti seiring masih rendahnya tingkat
kesejahteraannya. Padahal kelestarian sumberdaya alam terletak di tangan mereka
karena sebagai aktor utama dalam pengelolaannya. Indonesia membutuhkan
sumberdaya manusia berkompetensi dalam memanfaatkan potensi seperti potensi
produksi lestari sekitar 6,4 juta ton/tahun, potensi budidaya laut sebesar 45
juta ton/tahun serta potensi perikanan dan bioteknologi keluatan yang mencapai
US$ 100 miliar setiap tahunnya.
Permasalahan
yang dihadapi nelayan Indonesia meliputi regulasi
pemerintah, rendahnya tingkat kesejahteraan, pendidikan rendah, kesehatan yang
terabai, dan kesetaraan gender.
Regulasi pemerintah
Terbitnya UU Perikanan No 31 Tahun 2004
dan UU Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (PWP3K) Tahun No 27
Tahun 2007 merugikan nelayan secara politik. Jika ditilik secara mendalam, keduanya memberi celah pihak asing beroperasi
di perairan dan menguasai wilayah pesisir Indonesia. Ditengarai banyak kapal
berbendera Indonesia tetapi para ABKnya bukan warga negara Indonesia,bahkan
seenaknya saja mereka bisa berganti bendera kebangsaaan. Jika saat beroperasi
penangkapan di wilayah perairan Indonesia menggunakan bendera merah putih,
namun setelah keluar dari wilayah Indonesia berganti bendera untuk menjual
hasil tangkapan mereka tidak pernah mendaratkan hasilnya di pelabuhan perikanan
tetapi di negara lain. Hal ini haruslah menjadi perhatiaan serius bagi
pemerintah. Agar menindak tegas kapal-kapal asing yang berbendera Indonesia.
Kedua regulasi tersebut juga tidak membela kepentingan nelayan. Karena sampai
saat ini tidak mampu mengangkat kesejahteraan nelayan. Selain itu, dibutuhkan
kebijakan politik yang mampu mengatasi permasalahan nelayan. Dalam pengucuran
dana APBN atau APBD diharapkan mampu membangun infrastruktur yang memadai
seperti pelabuhan perikanan dan pengadaan armada tangkap. Urgensi Kepres
pembagian zonasi di kawasan pesisir untuk menghindari tumpang tindih
antarsektor yang dapat berakibat rusaknya kawasan pesisir. Regulasi pemerintah seperti
pembangunan dan kebijakan seyogyanya disesuaikan dengan hukum dan kearifan
lokal yang ada di masing-masing kawasan agar hal ini dapat diaplikasikan
langsung dimasyarakat.
Kesejahteraan
Kemiskinan yang menjerat nelayan
bagaikan lingkaran setan yang tak pernah putus. Pada saat musim panen nelayan
berpendapatan besar sedangkan saat musim paceklik nelayan tidak memperoleh
pendapatan sama sekali. Ekonomi lemah yang dirasakan nelayan sebagai akibat
adanya indikasi overfishing, rusaknya
ekosistem pesisir dan laut serta ketidakberpihakan kebijakan pemerintah
terhadap nelayan. Adanya tengkulak yang memonopoli pemasaran hasil tangkapan
membuat nelayan tidak mampu mengembangkan usahanya akibat sudah terlanjur
bergantung dari segi permodalan dan pemasaran. Kondisi nelayan Indonesia memang
jauh dari kata sejahtera. Lihat saja, kawasan pemukiman nelayan yang terkesan
kumuh. Jika kesejahteraan nelayan cukup tinggi, kawasan pesisir bukanlah
menjadi kawasan yang identik dengan kekumuhan dan kemiskinan. Selain itu
rendahnya tingkat pengetahuan membuat rendahnya tingkat kesejahteraan
masyarakat nelayan. Kondisi ini diperparah lagi dengan tidak adanya perencanaan
pengelolaan keuangan yang baik, tidak adanya motivasi untuk memperbaiki nasib, terbatasnya
wawasan meningkatkan taraf hidup mereka sendiri. Rendahnya kesejahteraan
masyarakat nelayan yang hampir sebagian besar berada dalam zona merah atau
masyarakat termiskin di tanah air, akan mengakibatkan generasi penerus yang
lemah, kurang cerdas dan tidak produktif (a
lost generation). Untuk meningkatkan
kesejahteraan nelayan, pemerintah harus memberikan bantuan modal, pembangunan
infrastruktur pelabuhan perikanan, sarana kerja yang memadai, dan berbagai
kegiatan untuk peningkatan pendapatan seperti penyuluhan, pendidikan dan
pelatihan.
Pendidikan
Pendidikan
merupakan kunci berkualitasnya sumberdaya manusia. Rendahnya tingkat pendidikan
yang dienyam oleh masyarakat nelayan berdampak kepada perilaku, cara berpikir
dan produktivitas. Untuk mengatasi rendahnya tingkat pendidikan yang berdampak
pada kualitas SDM yang kompeten melalui kegiatan pembinaan dan penyuluhan yang
tepat sasaran sehingga apa yang disuluhkan bermanfaat dan bisa diaplikasikan
yang hasilnya berdampak langsung bagi kesejahteraan nelayan. Pentingnya
pengetahuan seperti penanganan pascapanen dan pengolahan hasil perikanan untuk
menjadi usaha sampingan selain melaut sehingga meningkatkan kemampuan nelayan.
Sebagai generasi penerus bangsa, memberdayakan anak nelayan dan generasi muda
pendirian sekolah lapang di kawasan tempat tinggal nelayan merupakan solusi peningkatan
sumberdaya manusia. Progam beasiswa anak nelayan untuk disekolahkan di SUPM
maupun Akademi Perikanan juga terobosan untuk meregenerasi nelayan. Selain itu,
kerjasama dengan Universitas yang memiliki progam studi Perikanan untuk lebih
aktif berperan dalam peningkatan keterampilan dan wawasan generasi muda nelayan
melalui kegiatan aplikatif dalam mengelola sumberdaya alam pesisir seperti
kegiatan budidaya kepiting bakau, rumput laut hingga keterampilan dalam
pengolahan hasil perikanan. Sebaik apapun progam jika tidak dilakukan secara
kontinu dan konsisten maka tidak akan menghasilkan sumberdaya manusia yang
kompeten. Karena dari merekalah,
diharapkan generasi muda sebagai pengelola potensi sumberdaya alam yang
berkelanjutan.
Kesehatan
Kesehatan
bagi masyarakat pesisir dan nelayan bukan menjadi perhatian penting. Bagi
mereka untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari sudah sulit , untuk apa
memperhatikan kesehatan. Lihat saja, mereka seakan acuh sekali terhadap
sanitasi di kawasan pemukiman yang buruk. Padahal hal ini dapat memicu timbulnya
berbagai macam penyakit. Belum lagi dari perilaku masyarakat yang tidak
higienis. Pemerintah seharusnya lebih peduli terhadap jaminan hidup masyarakat.
Melalui keberadaan puskesmas di kawasan pesisir, kegiatan penyadaran akan
pentingnya kesehatan serta penataan kembali kawasan pemukiman wilayah pesisir
diharapkan mampu meningkatkan kesehatan di kalangan nelayan.
Kesetaraan gender
Koalisi
Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) mengisyaratkan untuk perlunya
pemerintah memberikan perhatian lebih terhadap perempuan nelayan karena mereka
telah berkontribusi lebih dari 48 persen untuk menopang kebutuhan ekonomi
keluarga. Peran penting perempuan
nealyan dalam proses pengolahan dan pemasaran, perempuan nelayan berperan sebagai
penyedia dan pelestari pangan, serta pengusaha dalam kegiatan pengolahan ikan.
Rentannya perempuan nelayan seperti yang disebutkan dalam pasal 89 jo pasal 141
Undang-Undang Pangan menyebutkan bahwa setiap orang yang dengan sengaja
memperdagangkan pangan yang tidak sesuai dengan keamanan pangan dan mutu pangan
yang tercantum dalam label kemasan pangan bisa diancam pidana penjara paling
lama dua tahun atau denda paling banyak Rp4 miliar. Padahal kita menyadari
begitu banyak kegiatan pengolahan ikan yang dilakukan oleh perempuan nelayan
yang jauh dari ketentuan Undang-undang pangan tersebut. Perlindungan negara
dalam peran perempuan masih belum optimal. Pemerintah harus lebih memperhatikan
peran perempuan seperti memberikan pelatihan dan penyuluhan kegiatan pengolahan
hasil perikanan yang sesuai dengan ketentuan beserta bantuan modal untuk
pengembangan usahanya. Pemerintah kurang memberikan porsi kepada perempuan
untuk ikut merumuskan kebijakan padahal penting untuk menyerap aspirasi kaum
perempuan.
Mempertimbangkan pentingya sektor perikanan bagi
pembangunan indonesia dan ekonomi indonesia secarah menyeluruh sehingga dengan
momentum hari nelayan 6 april 2013.perlu upaya berbagai pihak stakeholder dan permintah untuk
bersatu paduh memecahkan masalah dan persoalan yang di hadapi nelayan.karena
nelayan adalah bagian dari bangsa indonesia.